International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar yang dibuat oleh International Accounting Standards Boards (IASB) dengan tujuan memberikan kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di seluruh dunia. Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh investor di pasar modal dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder).
Saat ini banyak Negara terutama yang tergabung dalam G 20 yang menerapkan IFRS, mereka sangat berkepentingan dengan IFRS karena dapat memperkuat integritas dan kepercayaan terhadap pasar modal secara international dengan cara mempromosikan standar pencatatan akuntansi berkualitas tinggi.
Sangat wajar bagi Indonesia sebagai anggota negara G 20 menggunakan standar pencatatan akuntansi tersebut untuk membangun kepercayaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam program kerjanya telah menetapkan roadmap program konvergensi (penerapan) IFRS terhadap PSAK yang dilakukan melalui tiga tahapan. Tahap Pertama, tahap Adopsi (2008 - 2010) yang meliputi adopsi seluruh IFRS ke Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan pengelolaan dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Sampai dengan tahun 2010 telah diadopsi 29 SAK. Tahap Kedua, tahap Persiapan Akhir (2011) yaitu penyelesaian infrastruktur yang diperlukan. Tahap Ketiga, tahap Implementasi (2012) yaitu penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS dan evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif.
Inti penerapan IFRS adalah penerapan fair value dan mark to market, yaitu untuk menentukan kewajaran suatu transaksi yang didasarkan nilai wajar atau nilai pasar pada saat transaksi tersebut dilaksanakan. Bagaimana dengan penerapan IFRS pada Dana Pensiun? Menurut penjelasan para pejabat Biro Dana Pensiun pada BAPEPAM dalam suatu seminar, bahwa seluruh Dana Pensiun wajib menggunakan IFRS pada Laporan Keuangan per 31 Desember 2012.
Memang sampai dengan saat ini, belum ada ketentuan dan perubahan peraturan tentang Laporan Keuangan Dana Pensiun, namun dalam waktu dekat akan ada peraturan Laporan Keuangan Dana Pensiun berbasis IFRS, yang harus dipatuhi oleh seluruh Dana Pensiun maupun Kantor Akuntan Publik sebagai Auditor Dana Pensiun. Perbedaan atas Laporan Keuangan lama dengan Laporan Keuangan berbasis IFRS adalah pada bentuk Laporan Keuangan dan Dasar Penilaiannya.
Perubahan Bentuk Laporan Keuangan yang sangat jelas terlihat dalam tabel berikut ini : 

NO
LAMA
NO
BARU
1.Laporan Aktiva Bersih1.Laporan Aset Netto
2.Lap. Perubahan Aktiva Bersih2.Lap. Perubahan Aset Netto
3.Neraca3.Catatan atas Laporan Keuangan
4.Perhitungan Hasil UsahaLampiran atas Laporan Keuangan :
5.Laporan Arus Kas1.Neraca
2.Perhitungan Hasil Usaha
3.Laporan Arus Kas

Perubahan Nama/Istilah dalam Laporan Keuangan Neraca terlihat dalam tabel berikut ini :
NO
LAMA
NO
BARU
1.Aktiva Bersih1.Aset Netto
2.Kewajiban2.Liabilitas
3.Kewajiban Aktuaria3.Nilai Kini Aktuarial
4.Selisih Kewajiban Aktuaria4.Selisih Nilai Kini Aktuarial
5.Kewajiban Diluar Kewajiban Aktuaria5.Liabilitas Diluar Nilai Kini Aktuarial
Perubahan Dasar Penilaian sebagai contoh sebagai berikut :
• Investasi pada Surat Berharga Negara yang diperdagangkan dihitung berdasarkan kewajaran yaitu nilai pasar.
• Investasi pada non-surat berharga yang diperdagangkan dihitung berdasarkan nilai wajar mengacu SAK terkait. Misalnya:
1. Instrumen keuangan : PSAK 50 (revisi 2006) Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan PSAK 55 (revisi 2006) Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran
2. Properti Investasi : PSAK 13 (revisi 2007) Properti Investasi Penilaian investasi Dana Pensiun menggunakan nilai wajar, dapat diurutkan secara hirarki dengan contoh sebagai berikut :
Hirarki Nilai Wajar Instrumen Keuangan Dana Pensiun
1. Harga kuotasi di pasar aktif
2. Teknik penilaian
a) Transaksi-transaksi pasar wajar yang terkini
b) Referensi atas nilai wajar terkini dari instrumen lain yang secara substansial sama
c) Analisis arus kas yang didiskonto
d) Model penetapan harga opsi
Hirarki Nilai Wajar Properti Investasi Dana Pensiun
1. Harga kini dalam pasar aktif untuk properti serupa dalam lokasi dan kondisi yang sama
2. Jika nilai wajar tidak tersedia, maka harus mempertimbangkan:
• Harga kini pasar aktif utk properti dg sifat, kondisi, & lokasi berbeda
• Harga terakhir properti serupa dalam pasar yg kurang aktif
• Proyeksi arus kas diskontoan berdasarkan estimasi arus kas masa depan yg dpt diandalkan
Apakah pencatatan Dana Pensiun dengan IFRS dilaksanakan sesederhana apa yang ditulis diatas? Tentu tidak, hal yang diungkap diatas adalah sebagai gambaran tentang IFRS pada Dana Pensiun, seperti pada saat penerapan IFRS di PT. Jamsostek (Persero) maka dapat dibayangkan rumitnya penerapan IFRS pada Dana Pensiun, tapi setidaknya untuk pencatatan transaksi investasi dan transaksi yang lain yang mempunyai kemiripan dengan PT. Jamsostek (Persero), kami dapat mencontoh dan mempelajari pencatatan transaksi seperti di Jamsostek. Kami harus siap dengan segala perubahan yang ada.
Sambil menunggu perubahan peraturan tentang Laporan Keuangan Dana Pensiun tentang penerapan IFRS, kami terus menyiapkan dan belajar IFRS agar pada saat penerapan dapat berjalan secara lancar, akurat, tepat waktu dan tepat saji. Kami yakin Biro Dana Pensiun Bapepam RI secara bijaksana akan mengeluarkan perubahan peraturan Laporan Keuangan tersebut dengan mempertimbangkan perubahan perubahan yang tidak signifikan dari Laporan Keuangan versi lama mengingat waktu yang dibutuhkan dalam penerapan IFRS sangat singkat mulai bulan Juni s/d Desember 2012, disamping itu perlunya adanya efisiensi biaya dan efektifitas waktu dan energi yang digunakan dalam penerapan IFRS. Adapun perubahan-perubahan yang harus dilakukan yaitu :
1. Kode Akun
2. Perlakukan akuntansi
3. Perubahan aplikasi


http://www.dpk-jamsostek.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=91&Itemid=79



1 08 2009
Kontribusi Dari Zoel Dirga Dinhi
Sabtu, 22 September 2007
Indonesia yang tadinya lebih condong ke standar akuntansi keluaran FASB, sejak tahun 1994 sudah mulai melakukan harmonisasi dan lebih mendekatkan diri ke IFRS. Sedianya apabila seluruh negara di dunia ini memakai IFRS, maka semua bisnis di dunia berbicara di dalam bahasa yang sama. Kelak tidak ada lagi kerepotan yang dialami oleh perusahaan multinasional untuk mengkonsolidasi laporan keuangan dari anakanak perusahaan di negara-negara berbeda. Kelak tidak ada lagi perusahaan yang repot jika harus listing di pasar modal negara lain karena harus menyesuaikan laporan keuangannya dengan standar akuntansi setempat.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dari IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) telah menetapkan tahun 2008 sebagai target antara dimana perbedaan-perbedaan mendasar antara PSAK dan IFRS sudah tidak ada lagi. Saat ini, DSAK sudah menyiapkan Exposure Draft (ED) dari 4 buah standar yang sudah disesuaikan dengan standar IFRS yang sesuai. Yang paling ditunggu-tunggu oleh para pengamat dan praktisi adalah ED dari PSAK 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lainnya.
Di dalam IAS 16, standar internasional memperbolehkan pengukuran aktiva tetap memakai revaluation model (ditahun berikutnya setelah aktiva di nilai berdasarkan nilai perolehannya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menerapkan revalution model (fair value accounting) dalam pencatatan PPE (Property, Plan, and Equipment) mulai tahun 2008 (asumsi bahwa PSAK 16 akan mulai efektif tahun 2008). Hal ini adalah perubahan yang cukup besar karena selama ini revalution model belum dapat
diterapkan di Indonesia dan hanya bisa dilakukan jika ketentuan pemerintah mengijinkan. Apa perbedaan historical cost yang selama ini sudah lebih dikenal oleh dengan revalution model? Revaluation model memperbolehkan PPE dicatat berdasarkan nilai wajarnya. Permasalahannya di Indonesia adalah sistem perpajakan yang tidak mendukung standar ini. Di dalam peraturan perpajakan, revaluasi aset ke atas dikenai pajak final sebesar 10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya
bila nilai aktiva turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai revalution model dan setiap tahun harga asetnya meningkat, maka setiap tahun harus membayar pajak final. Padahal kenaikan harga aset tersebut tidaklah membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan. Bila aturan perpajakan tidak mendukung, maka dapat dipastikan perusahaan akan enggan menerapkan revaluation model. Bukan hanya sistem pajaknya saja yang memberatkan, bila perusahaan memakai revaluation model, maka siap-siap untuk keluar uang lebih banyak untuk menyewa jasa penilai. Hal ini dikarenakan banyaknya aset tetap yang btidak memiliki nilai pasar sehingga ketergantungan kepada jasa penilai (assessor) akan besar untuk menilai aset-aset ini.
Ikatan Mahasiswa Akuntansi
http://www.ima-unhas.com Menggunakan Joomla! Generated: 11 June, 2009, 15:47
Jika ternyata nilai wajar yang ditetapkan penilai berbeda dengan nilai wajar yang di tetapkan auditor dari akuntan publik, biasanya nilai wajar dari auditor yang akan dipakai. Sistem pencatatan akuntansi juga sedikit lebih rumit daripada memakai historical cost. Ketika perusahaan pertama kali berubah dari historical cost model ke revalution model, maka akumulasi penyusutan di hapus dan beban penyusutan dihitung kembali berdasarkan nilai wajar yang baru. Demikian selanjutnya apabila revaluasi menerbitkan nilai baru, maka beban penyusutan dihitung kembali. Peraturan lain dari IAS 16 adalah bahwa penerapan nilai wajar tidak bisa diterapkan oleh aktiva secara individu tapi harus secara keseluruhan dalam golongan aktiva tersebut.
Akan tetapi, di balik penerapan IFRS ini, begitu pula harmonisasi antara FASB dengan IASB tercium sebuah analisis bahwa, konspirasi politik-ekonomi sedang digalakkan oleh pihak-pihak yang sedang
merumuskan standar yang mereka harapkan dapat berlaku secara global ini. Masih terasa panasnya kontroversi pengesahan Undang-Undang Penanaman Modal oleh pemerintah di negeri tercinta ini, yang ternyata semakin mempermudah penetrasi para penanam modal asing (baca: kapitalis) melakukan misi kotornya, salah satunya dengan mengambil alih perusahaan-perusahaan milik negara tanpa kesulitan yang berarti. Apalagi ini didukung oleh keinginan besar pemerintah untuk semakin melanggengkan privatisasi aset-aset nasional.
Kemudian muncul lagi analisis yang mengerikan terkait dengan penerapan IFRS ini. Dengan semakin mudahnya para calon investor membaca pelaporan keuangan di setiap negara yang telah terstandardisasi, utamanya di negara dunia ketiga, selanjutnya di dukung oleh kemudahan proses administrasi oleh mereka, maka dengan dalih investasi selanjutnya dapat menjadi bom waktu yang siap meluluhlantahkan kekayaan milik rakyat Indonesia.
Komentar:
Dalam PSAK No 16 per September 2007, sebenarnya telah dimasukkan tentang pencatatan PPE berdasarkan revaluasi model akan tetapi prinsip ini belum sepenuhnya dikonvergensikan alias masih bersifat harmonisasi terhadap IAS No 16. Ketakutan terhadap timbulnya kerugian akibat tidak sejalanya antara UU pajak dan IAS No 16 memang patut di analisa. Asumsi bahwa revaluasi model akan mempengaruhi penilaian aset tetap dan lain-lain serta akurasi perhitungan penyusutannya harus benar-benar dikaji agar selisih materialitasnya tidak terlalu jauh dengan menggunakan hirostical cost (harga perolehan). Kemungkinan masalah akan timbul pada saat pencatatan nilai atas Property. Karena kecenderungan nilai Property yang terus meningkat, apabila dinilai dengan revaluasi model maka nilai aset tersbut akan mengikuti nilai wajarnya yang berarti jika nilai asetnya naik maka pencatatan dan perhitungan nilainya akan mengikuti kenaikan tersebut, sehingga akan sulit menentukan nilai penyusutan per periodenya. Hal ini justru berbanding terbailik dengan historical cost (harga perolehan). Dimana nilainya akan selalu konstan yang akan memberikan kaurasi lebih terhadap penilaian penyusutan per periode. Dalam PSAK No 16 per September 2007, sepertinya memberikan dua pilihan kepada manajemen perusahaan dalam menilai PPE, yaitu dapat menggunakan revaluasi model atau historical cost. Saya juga sependapat dengan kendala dibidang regulasi pajak dimana revaluasi aset keatas akan dikenakan pajak final 10% dari nilai aset, apabila nilai asetnya terus meningkat maka terjadi kenaikkan pajak setiap tahunnya, kenaikkan pajak ini justru tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan alias tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Jika revaluasi model dapat diterapkan mutlak dalam PSAK No 16, pemerintah harus melakukan penyesuaian dalam regulasi pajaknya agar pengusaha merasa tidak dirugikan.
Untuk masalah harmonisasi terhadap IFRS memang dalam perjalannya terjadi banyak pro dan kontra. Akan tetapi disini kita harus memandang hal ini secara positif. Dimana tujuan standarisasi global hanya untuk memberikan kemudahan dalam dunia usaha dalam menjalankan bisnisnya. Dimana IFRS bertujuan untuk membuat kesamaan dalam prinsip dasar, prosedur, kebijakan, pencatatan, serta penilaian terhadap akuntansi di dalam suatu Negara khususnya dalam menyajikan laporan keuangan. Hal ini mengingat batas dan jarak tidak lagi menjadi kendala dalam bisnis. Dengan adanya standarisasi maka kemudahan dalam melakukan konsolidasi laporan keuangan dan proses investasi akan dapat teralisasi. Isu yang berkembang tentang adanya konspirasi besar dibalik harmonisasi ini dapat dijadikan suatu koreksi bahwa IFRS kelak dapat benar-benar mengakomodasi perkembangan iklim investasi yang saling menguntungkan.


Tidak jarang ditemui perbedaan penyusunan laporan keuangan karena implementasi standar keuangan yang berbeda-beda daritiap-tiap Negara, yang mengakibatkan kesenjangan dalam pelaporan keuangan suatu entitas yang berkiblat internasional. Hal iniinilah yang melatarbelakangi dilakukannya konvergensi IFRS sejak tahun 2008, dan Indonesia menargetkan implementasi penuhIFRS akan dilakukan di th 2012.

Penerapan IFRS di berbagai Negara Per April 2010 :
Country
Status for listed companies as of April 2010
Argentina
Required for fiscal years beginning on or after 1 January 2011
Australia
Required for all private sector reporting entities and as the basis for public sector reporting since 2005
Brazil
Required for consolidated financial statements of banks and listed companies from 31 December 2010 and for individual company accounts progressively since January 2008
Canada
Required from 1 January 2011 for all listed entities and permitted for private sector entities including not-for-profit organisations
China
Substantially converged national standards
European Union
All member states of the EU are required to use IFRSs as adopted by the EU for listed companies since 2005
France
Required via EU adoption and implementation process since 2005
Germany
Required via EU adoption and implementation process since 2005
India
India is converging with IFRSs at a date to be confirmed.
Indonesia
Convergence process ongoing; a decision about a target date for full compliance with IFRSs is expected to be made in 2012
Italy
Required via EU adoption and implementation process since 2005
Japan
Permitted from 2010 for a number of international companies; decision about mandatory adoption by 2016 expected around 2012
Mexico
Required from 2012
Republic of Korea
Required from 2011
Russia
Required for banking institutions and some other securities issuers; permitted for other companies
Saudi Arabia
Not permitted for listed companies
South Africa
Required for listed entities since 2005
Turkey
Required for listed entities since 2005
United Kingdom
Required via EU adoption and implementation process since 2005
United States
Allowed for foreign issuers in the US since 2007; target date for substantial convergence with IFRSs is 2011 and decision about possible adoption for US companies expected in 2011.
Secara global, IFRS telah digunakan di berbagai Negara sebagai standar yang memilki prinsip-prinsip dasar international. Walaupunmasih ada beberapa Negara yang tetap mempertahankan GAAP local mereka, Indonesia bisa dikatakan cukup berani untuknenutuskan penerapan IFRS ini. Penerapan IFRS ini tidak hanya ditujukan bagi entitas asing yang ada di Indonesia, namun jugaberlaku bagi BUMN, perbankandan perusahaan yang listing di Bursa EfekSedangkan untuk private company, dapat memilih,apakah akan menerapkan IFRS atau menggunakan standar akuntansi ETAP.
Dengan diterapkannya IFRS sebagai acuan standar akuntansi keuangan di Indonesia, akan meningkatkan daya banding atasinformasi yang disajikan melalui laporan keuanganManfaat lain dari konvergensi IFRS ke dalam PSAK, yakni memudahkanpemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan standar akutansi keuangan yang dikenal secara internasional.
Keseragaman pelaporan ini juga dapat mengurangi beban modal, dengan meningkatnya resiko atas informasi yang disajikan dalamlaporan keuangan entitas. Sebuah laporan keuangan harus menggambarkan pandangan benar dan adil atas usaha sebuahorganisasi. Oleh karena laporan-laporan ini digunakan oleh berbagai pihaklaporan tersebut harus menggambarkan pandangansebenarnya akan keadaan keuangan sebuah organisasi.
Tidak hanya berpengaruh dalam penyusunan laporan keuanganpenerapan IFRS juga merdampak pada dunia profesiKarena untukmenyahuti tuntutan konvergensi IFRS ke dalam PSAK tersebut mutlak dibutuhkan kesiapan dari para praktisiantara lain akuntanmanajemenakuntan publikakuntan akademisi dan kesiapan para regulator maupun profesi pendukung lain, seperti penilai danaktuarisKelangkaan auditor dengan pengetahuan IFRS begitu rentan bahkan di antara KAP asing dengan hubungan internasionalmereka. Hal ini sangat menantang untuk memastikan bahwa profesi audit memperoleh pengetahuan yang memadai dan dapat menilai pelaporan keuangan perusahaan yang berbasis IFRS.
Mengadopsi IFRS diharapkan bukan hanya tentang perubahan standar akuntansi, tetapi yang lebih pentingitu memerlukandukungan peraturan lainnya seperti hukum pasar modal, peraturan pajakdan hukum perusahaan. Ini akan memakan waktu bertahun-tahun mempertimbangkan multi layer birokrasi di IndonesiaDi Negara lain seperti Malaysia, Singapura dan Australiamemiliki standar akuntansi yang harmonis (dengan peraturan mereka lainnya) bertahun-tahun sebelum mereka mengumumkankeputusan untuk mengadopsi IFRSIndonesia dengan sejarah panjang mengikuti sistem akuntansi Belanda di the1950skemudian berubah menjadi US GAAP sampai tahun 1990-anmaka campuran US GAAP dan IFRS GAAP sebelum memutuskan untukmengadopsi IFRSberada dalam kondisi yang berbeda dari negara tetangga kita.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan keuangan merupakan produk utama dalam mekanisme pasar modal. Efektivitas dan ketepatan waktu dari informasi keuangan yang transparan yang dapat dibandingkan dan relevan dibutuhkan oleh semua stakeholder (pekerja, suppliers, customers, institusi penyedia kredit, bahkan pemerintah). Para stakeholder ini bukan sekadar ingin mengetahui informasi keuangan dari satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan (jika bisa, mungkin dari semua perusahaan) dari seluruh belahan dunia untuk diperbandingkan satu dengan lainnya.

DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) Indonesia terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan pencatatan dan pelaporan keuangan transaksi yang terus berkembang di tanah air. Sederetan milestone sebelumnya yang terkait dengan hal tersebut dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah yang pernah diacapai sebelumnya dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”. Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan mengkondifikasikannya dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994”. Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Konvergensi terhadap IFRS merupakan milestone baru dari serangkaian milestone yang pernah dicapai oleh Indonesia dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam sejarah perkembangan profesi akuntansi, khususnya dalam pengembangan standar akuntansi keuangan.

B. Tiga Pilar Standar Akuntansi Indonesia

1) Standar Akuntansi Keuangan

Standar Akuntansi Keuangan adalah SAK yg telah berlaku sekarang, nantinya akan dikonvergensikan ke IFRS (International Financial Reporting Standard). SAK yang telah terkonvergensi ke IFRS diharapkan akan memberikan perspektif pemahaman yang sama bagi investor asing dalam membaca Laporan Keuangan perusahaan Indonesia ataupun Investor Indonesia yang ingin ekspansi ke luar negeri.

2) Standar Akuntansi Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP)

Standar Akuntansi untuk Entitas tanpa akuntabilitas public, standar ini akan membantu perusahaan kecil menengah dalam menyediakan pelaporan keuangan yang tetap relevan dan andal dengan tanpa terjebak dalam kerumitan standar akuntansi berbasis IFRS yang akan kita adopsi di dalam PSAK. SAK ETAP ini akan khusus digunakan untuk perusahaan tanpa akuntabilitas publik yang signifikan.

3) Standar Akuntansi Syariah.

Standar Akuntansi Syariah akan diluncurkan dalam tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Arab. Standar ini diharapkan dapat mendukung industri keuangan syariah yang semakin berkembang di Indonesia.

II. PEMBAHASAN

A. Sejarah IFRS

International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah Standar, Interpretasi dan Kerangka Kerja dalam rangka Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang diadopsi oleh International Accounting Standards Board (IASB). Banyak standar membentuk bagian dari IFRS. Sebelumnya IFRS ini lebih dikenal dengan nama International Accounting Standards (IAS). IAS yang diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Board of the International Accounting Standards Committee (IASC). Pada tahun 2000 anggota Badan ini menyetujui restrukturisasi IASC dan Konstitusi (Anggaran Dasar) baru IASC. Pada bulan Maret 2001, IASC Trustee mengesahkan Bagian B Konstitusi baru IASC dan mendirikan sebuah perusahaan nirlaba Delaware, bernama International Accounting Standards Committee Foundation, untuk mengawasi IASB. Pada tanggal 1 April 2001, IASB yang baru dibentuk mengambil alih dari IASC tanggung jawab untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. Dalam pertemuan pertama Dewan baru itu mengadopsi IAS dan SICs yang sudah ada. Kemudian IASB terus melanjutkan pengembangan standar akuntansi international dengan menyebut standar baru mereka itu dengan sebutan International Financial Reporting Standards (IFRS) .

Oleh karena itu, International Financial Reporting Standards ini terdiri dari:

1) International Financial Reporting Standards (IFRS) - standar yang dikeluarkan setelah tahun 2001

2) International Accounting Standards(IAS) - standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001

3) Interpretations originated from the International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) - yang diterbitkan setelah tahun 2001

4) Standing Interpretations Committee (SIC) - yang diterbitkan sebelum 2001

B. Apa Itu IFRS?

Munculnya IFRS tak bisa lepas dari perkembangan global, terutama yang terjadi pada pasar modal. perkembangan teknologi informasi (TI) di lingkungan pasar yang terjadi begitu cepat dengan sendirinya berdampak pada banyak aspek di pasar modal, mulai dari model dan standar pelaporan keuangan, relativisme jarak dalam pergerakan modal, hingga ketersediaan jaringan informasi ke seluruh dunia.

Dengan kemajuan dan kecanggihan TI pasar modal jutaan atau bahkan miliaran investasi dapat dengan mudah masuk ke lantai pasar modal di seluruh penjuru dunia. Pergerakan mereka tak bisa dihalangi teritori negara. Perkembangan yang mengglobal seperti ini dengan sendirinya menuntut adanya satu standar akuntansi yang dibutuhkan baik oleh pasar modal atau lembaga yang memiliki agency problem.

International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan prinsip yang meliputi penilaian profesional yang kuat dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas antarnegara di berbagai belahan dunia.

Mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Namun, beralih ke IFRS bukanlah sekedar pekerjaan mengganti angka-angka di laporan keuangan, tetapi mungkin akan mengubah pola pikir dan cara semua elemen di dalam perusahaan. Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan keuangan. Yang paling diuntungkan sudah jelas, investor dan kreditor trans-nasional serta badan-badan internasional. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global.

Karakterisktik IFRS:

1) Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based

2) Banyak menggunakan professional judgement

3) Banyak menggunakan fair value accounting

4) IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain

5) Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.

6) Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.

C. Konvergensi IFRS

International Financial Reporting Standards (IFRS) memang merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan internasional di dunia. Popularitas IFRS di tingkat global semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kesepakatan G-20 di Pittsburg pada tanggal 24-25 September 2009, misalnya, menyatakan bahwa otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan aturan di antara negara-negara anggota G-20.

Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangannya. Memang, hingga saat ini IFRS belum menjadi one global accounting standard. Namun standar ini telah digunakan oleh lebih dari 150-an Negara। Berikut adalah gambar negara-negara yang telah mengadopsi IFRS.

Biru: Pengguna IFRS

Manfaat dan Tujuan adopsi IFRS

Compliance terhadap IFRS memberikan manfaat terhadap keterbandingan laporan keuangan dan peningkatan transparansi. Melalui compliance maka laporan keuangan perusahaan Indonesia akan dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan perusahaan dari negara lain, sehingga akan sangat jelas kinerja perusahaan mana yang lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas Standar Akuntansi Keuangan. Selain itu, program konvergensi juga bermanfaat untuk mengurangi biaya modal (cost of capital) dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, meningkatkan investasi global, dan mengurangi beban penysusunan laporan keuangan, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan Laporan Keuangan, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan, dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Disisi lain tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS.

Dampak Konvergensi IFRS Terhadap Bisnis

Program konvergensi IFRS tentu akan menimbulkan berbagai dampak terhadap bisnis antara lain:

1) Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global

2) Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.

3) Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.

4) Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value

5) Principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management)

6) Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.

Program Adopsi IFRS

Sejak 2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan harmonisasi antara PSAK/Indonesian GAAP dan IFRS. IAI telah mencanangkan dilaksanakannya program konvergensi IFRS yang akan diberlakukan secara penuh pada 1 Januari 2012. Perubahan tata cara pelaporan keuangan dari Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), PSAK, atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS akan menjadi “kompetensi wajib-baru” bagi akuntan publik, penilai (appraiser), akuntan manajemen, regulator dan akuntan pendidik.

Dengan konvergensi IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan professional judgment, senantiasa peningkatan kompetensi harus pula dibarengi dengan peningkatan integritas. Peta arah (roadmap) program konvergensi IFRS yang dilakukan melalui tiga tahapan. Pertama tahap adosi (2008 - 2011) yang meliputi Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Kedua tahap persiapan akhir (2011) yaitu penyelesaian infrastruktur yang diperlukan. Ketiga yaitu tahap implementasi (2012) yaitu penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS dan evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. PSAK akan di-update secara terus-menerus seiring adanya perubahan pada IFRS. Bukan hanya mengadopsi IFRS yang sudah terbit, DSAK-IAI juga bertekad untuk berperan aktif dalam pengembangan standar akuntansi dunia.

Tantangan Konvergensi IFRS 2012

Tantangan konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai.

Akuntan Publik diharapkan dapat segera mengupdate pengetahuannya sehubungan dengan perubahan SAK, mengupdate SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya.

Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan dapat membentuk tim sukses konvergensi IFRS untuk mengupdate pengetahuan Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait serta Memberikan input/komentar terhadap ED (Exposure Draft) dan Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK maupun IASB.

Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang perlu terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuangan seperti penilai dan aktuaris. Asosiasi Industri diharap dapat menyusun Pedoman Akuntansi Industri yang sesuai dengan perkembangan SAK, membentuk forum diskusi yang secara intensif membahas berbagai isu sehubungan dengan dampak penerapan SAK dan secara proaktif memberikan input/komentar kepada DSAK IAI.

Prinsip Vs Aturan: Perbedaan Utama Antara IFRS Dengan US GAAP

• Baik framework IFRS maupun Concept Statements US GAAP disusun dengan metodologi yang berdasarkan prinsip

• IFRS berbeda dengan US GAAP dalam banyak hal dari sudut pengakuan, pengukuran dan pengungkapan

• US GAAP lebih preskriptif dan mencoba memberikan aturan-aturan yang spesifik untuk industri-industri dan transaksi-transaksi tertentu

Salah satu bentuk revisi standar IAI yang berbentuk adopsi standar international menuju konvergensi dengan IFRS tersebut dilakukan dengan revisi yang dilakukan pada tahun 2007, dan membuat PSAK baru tahun 2009 dan 2010, sebagai berikut:

Revisi tahun 2007

· PSAK 16 tentang Properti Investasi

· PSAK 16 tentang Aset Tetap

· PSAK 30 tentang Sewa

· PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan

· PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran

PSAK Baru Revisi 2009

· PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan

· PSAK 2: Laporan Arus Kas

· PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasian dan laporan Keuangan tersendiri

· PSAK 5: Segmen Operasi

· PSAK 12: Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama

· PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi

· PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

· PSAK 48: Penurunan Nilai Aset

· PSAK 57: Provisi, Liabilitas Kontijensi dan Aset Kontijensi

· PSAK 58: Aset tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

PSAK Baru Revisi 2010

· PSAK 7: Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa

· PSAK 10: Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing

· PSAK 19: Aset tidak Berwujud

· PSAK 22: Kombinasi Bisnis

· PSAK 23: Pendapatan

ISAK Baru (2009 dan 2010)

· ISAK 07 (Revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus

· ISAK 09 : Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi dan Liabilitas Serupa

· ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan

· ISAK 11

· ISAK 12

· ISAK 13: Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

Pencabutan Standar

· PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan dan PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa dan Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelanggaraan Jalan Tol.

· PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang

· PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi RestrukturisasiUtang-Piutang Bermasalah

· PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31: Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa dana

· PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK no 55 (tahun 1999) Tentang Instrument Derivatif Melekat Pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

Dasar Pertimbangan Pencabutan

1) Dampak dari konvergensi ke standar akuntansi internasional (International Financial Reporting Standard atau IFRS) yang mengakibatkan perlunya pencabutan PSAK untuk suatu industri tertentu yang sudah ada pengaturannya dalam PSAK lain yang mengacu ke IFRS.

2) Adanya inkonsistensi antara pengaturan dalam PSAK dengan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan PSAK lain.

3) Adanya tumpang tindih pengaturan dalam PSAK dengan PSAK lain untuk suatu transaksi dan peristiwa lainnya.

4) Adanya perubahan konsep atau peraturan yang menjadi dasar penyusunan PSAK untuk suatu industri tertentu sehingga pengaturan dalam PSAK tersebut tidak sesuai dengan konsep atau peraturan yang ada sekarang.

Pernyataan ini diterapkan secara prospektif untuk transaksi dan peristiwa lainnya yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding, maka entitas dianjurkan untuk menyajikan kembali laporan keuangan sajian untuk periode yang berakhir sebelum tanggal efektif. Dampak penerapan Pernyataan untuk periode sebelum periode sajian diakui dalam saldo laba awal periode sajian paling awal.

Exposure Draft Baru

· ED PSAK 24 (R 2010): Imbalan Kerja

· ED PSAK 18 (R 2010): Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya

· ED PSAK 3 (R 2009): Laporan Keuangan Interim

· ED ISAK 17 (R 2009): Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

· ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya

· ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa

Menuju IFRS: Rencana Penerapan Fair Value di Indonesia

Apa sesungguhnya fair value? selama ini, sistem akuntansi di Indonesia menggunakan konsep historical cost. Konsep ini menggunakan pendekatan biaya perolehan menghasilkan nilai buku. Untuk berbagai kepentingan, laporan nilai buku itulah yang selama ini lazim dijadikan acuan untuk menilai sebuah perusahaan. Dengan kondisi pasar yang semakin dinamis, dan berkembang sangat cepat, akhirnya konsep historical cost dianggap tidak cocok lagi, karena tidak mencerminkan nilai pasar. Sebagai gantinya digunakan konsep Fair Value.

Meskipun telah disepakati bahwa Indonesia akan menerapkan konsep fair value, namun banyak kalangan mengingatkan untung rugi atau risiko-risiko yang ditimbulkannya. Fair value akan menguntungkan pelaku pasar atau investor karena memang mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya. “Sebab informasi pasarnya terkini. Hanya, memang, kita akan kesulitan untuk menilai pasar yang tidak aktif. Dan untuk itu diperlukan penilaian model.

Fair value memiliki tiga keunggulan, yaitu laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan; meningkatkan keterbandingan laporan keuangan; dan informasi lebih dekat dengan apa yang diinginkan oleh pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, potensi laba/rugi sebuah perusahaan jauh jauh hari sudah bisa diprediksikan.

Cara Konversi

Untuk Indonesia mengadopsi secara penuh seperti Australia sangat tidak mungkin. Adopsi jika hanya untuk yang cross-border listing saja tentu mengakibatkan tidak komparabelnya perusahaan Indonesia yang cross-border listing dengan yang domestik.

Adopsi yang mungkin adalah adopsi model ketiga yang dapat diakui dunia internasional, namun mempunyai karakteristik yang cocok dengan kita. Kata kuncinya disini adalah taylor-made namun memenuhi kebutuhan internasional serta dapat melepaskan diri dari tekanan dunia internasional. Pengapdosian IFRS mestinya diikuti pula dengan pengapdosian standar pengauditan internasional. Standar pelaporan keuangan perusahaan tidak akan mendapatkan pengakuan tinggi, bila standar yang digunakan untuk pengauditan masih standar lokal.

Internasional Standards on Auditing (ISA) merupakan standar auditing internasional yang juga harus diadopsi agar kualitas pelaporan keuangan berstandars internasional sekaligus mendapat pengakuan.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Penerapan IFRS di Indonesia saat ini merupakan suatu langkah tepat dalam mempersiapkan bangsa Indonesia menuju era perdagangan bebas. Meskipun saat ini masih menjadi pembicaraan hangat di kalangan ekonomi, khususnya dikalangan akuntan.

Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012.

Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian.

Penerapan fair value akan menguntungkan perekonomian Indonesia. Sebab, tanpa fair value, aset-aset perekonomian nasional, baik yang dimiliki swasta maupun pemerintah, selama ini dinilai terlalu rendah, jauh lebih rendah dari nilai sewajarnya. 



http://briaklau22.blogspot.com/2011/03/ifrs-internatinal-financial-reporting.html

Blogger templates

Pengikut

About this blog

Blogroll

About

Blogger templates

Blogger news

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Popular Posts

Popular Posts

Popular Posts